Kutumpahkan semuanya melalui jari jemari tanganku, huruf demi huruf meluncur cepat, sesekali kembali untuk mengoreksi. Ketikan hati ini jauh lebih ampuh dibandingkan harus mengaduk-aduk perasaan saat menumpahkan semua lewat kata-kata verbal padamu, padanya, pada siapapun itu, kecuali padaNya – yang sudah pasti akan mendesak-desak buliran air jatuh dari pelupuk mata, mengaliri kedua belah pipiku, meninggalkan ingus dari kedua lubang hidungku, dan rasa asin di lidahku.
Ajaib – atau lebih tepatnya keajaiban yang Dia turunkan dari langit. Oksigen dalam jumlah besar melegakan sesaknya nafasku. Berbicara, bercanda, tertawa, sungguh menyenangkan. Kini aku tahu mengapa virus rasa tak bernama itu datang tanpa permisi. Jenuh. Aku jenuh dengan rutinitas ini. Aku jenuh memanjakan orang lain. Aku rindu memanjakan diriku sendiri.
The happier me,
-Melina-